Pemberian Terbesar (The Greatest Gift)

Oleh: Pdt. Samuel T. Gunawan, M.Th

Khotbah Ibadah Raya GBAP El Shaddai Palangka Raya
Minggu, 03 Pebruari 2013

“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” Yohanes 3:16

PENDAHULUAN

Yohanes 3:16 ini adalah inti dari ajaran tentang keselamatan. Jantung dari Alkitab yang menunjukkan hati Allah, Sang Pencinta Terbesar (The Greatest Lover). Ayat ini menjelaskan kasih Allah yang keluar dari kedaulatanNya yang menjangkau semua manusia. Sebab di dalam kasih itu ada pengampunan, penerimaan, dan penyelamatan manusia berdoa dari kepastian akhirnya yang menuju kebinasaan. Orang yang tidak percaya pun ia tetap berada dalam kedaulatan Allah, karena orang yang tidak percaya pasti akan binasa, sebab mereka mendapati kedaulatan Allah yang menghukum, bukan kedaulatanNya dalam kasih yang menyelamatkan. Tetapi ayat yang khas ini telah kehilangan makna karena kurangnya penghayatan kedalaman arti dan maknanya. Karena itu, perlu bagi kita untuk memperhatikan Yohanes 3:16 ini dari teks bahasa Yunani dan menarik arti yang sebenarnya dari ayat tersebut. Alkitab Yunani Textus Receptus menulis ayat ini.  Disalin oleh King James Version sebagai berikut, “For God so loved the world, that he gave his only begotten Son, that whosoever believeth in him should not perish, but have everlasting life” (Karena Allah begitu mengasihi dunia ini, sehingga Ia memberikan AnakNya yang Tunggal, supaya siapapun yang percaya kepadaNya tidak binasa, tetapi memiliki hidup yang kekal).


 
Ada tujuh pertanyaan besar yang diajukan berdasarkan ayat di atas, yaitu:
1. Siapa yang memberikan pemberian terbesar itu?
2. Apakah pemberian yang terbesar itu?
3. Kepada siapa pemberian terbesar itu diberikan?
4. Mengapa Allah memberikan pemberian terbesar itu?
5. Apa akibat penolakan terhadap pemberian terbesar itu?
6. Apa dampak dari menerima pemberian terbesar itu?
7. Bagaimana cara menerima pemberian terbesar itu?

Berikut jawaban ringkas dari tujuh pertanyaan di atas, yaitu:
1. Allah yang telah memberikan pemberian terbesar.
2. Pemberian terbesar itu adalah AnakNya yang tunggal.
3. Pemberian terbesar itu diberikan kepada seluruh manusia di dunia ini.
4. Pemberian itu diberikan Allah karena kasihNya yang besar.
5. Akibat menolak pemberian terbesar itu adalah kebinasaan
6. Dampak dari pemberian terbesar itu adalah hidup yang kekal.
7. Cara menerima pemberian terbesar hanya dengan percaya kepada Yesus Kristus.

PENJELASAN RINGKAS

Sekarang, marilah kita melihat penjelasan ringkas dari jawaban terhadap tujuh pertanyaan besar di atas.

1. Allah Telah Memberikan Pemberian Terbesar
 
Allah telah memberikan pemberian terbesar (the greatest gift). Kata Yunani “ho theos” dalam Yohanes 3:16 menunjukan kepada Allah yang satu-satunya. Kata sandang “ho” di depan kata “theos” menjukkan Allah satu-satunya sebagai Allah yang benar dan tidak ada yang lain. Yesus Kristus mengatakan, “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus” (Yohanes 1717:3). Jadi Allah satu-satunya yang benar itu telah memberikan pemberian terbesar. Kata Yunani yang terjemahkan dengan “mengaruniakan” dalam Yohanes 3:16 adalah “edoken”, yaitu kata kerja aktif. Kata “edoken” ini berasal dari kata “didome” yang berarti “memberikan, menyerahkan, atau mengorbankan”. Saat Kristus diebrikan kepada kita, Kristus diberikan sebagai korban. Yohanes Pembaptis berkata, “Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia” (Yohanes 1:29).

Ketika Yesus disebut sebagai Anak Domba Allah dalam Yohanes 1:29 dan 1:36, hal ini adalah merujuk pada Yesus sebagai korban yang terutama dan sempurna untuk dosa. Untuk memahami siapakah Kristus dan apa yang Dia lakukan, kita harus memulai dengan Perjanjian Lama yang mengandung nubuat-nubuat mengenai kedatangan Kristus sebagai “korban penebus salah” (Yesaya 53:10). Bahkan sebenarnya seluruh sistem korban persembahan yang ditetapkan Allah dalam Perjanjian Lama melambangkan karya Yesus Kristus, yang adalah korban yang sempurna yang Allah persiapkan sebagai penebusan untuk dosa-dosa umatNya (Roma 8:3, Ibrani 10).

Perlu diketahui, dalam kehidupan agama orang-orang Yahudi dan sistem persembahan mereka, mempersembahkan domba memainkan peranan yang amat penting. Ketika Yohanes Pembaptis merujuk pada Yesus sebagai “Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia” (Yohanes 1:29), orang-orang Yahudi yang mendengarnya mungkin langsung memikirkan salah satu dari beberapa korban persembahan yang penting. Menjelang Hari Raya Paskah, pikiran yang pertama mungkin adalah korban persembahan Anak Domba Paskah. Hari Raya Paskah adalah salah satu hari raya utama orang Yahudi dan suatu perayaan untuk memperingati saat Tuhan melepaskan orang-orang Israel dari perbudakan di Mesir. Kenyataannya, penyembelihan anak domba Paskah dan menaruh darah di ambang pintu rumah agar supaya malaikat maut melewati mereka “yang ditutupi oleh darah” (Keluaran 12:11-13) adalah merupakan gambaran yang indah mengenai karya penebusan Kristus di atas salib.

Persembahan lain yang melibatkan domba adalah persembahan sehari-hari di Bait Suci di Yerusalem. Setiap pagi dan petang seekor domba dipersembahkan di Bait Allah bagi dosa-dosa orang banyak (Keluaran 29:38-42). Persembahan sehari-hari ini, sama seperti semua lainnya, sekedar menunjuk kepada persembahan Kristus yang sempurna di atas salib. Kenyataannya saat kematian Yesus di atas salib bertepatan dengan saat korban petang dilakukan di Bait Suci. Orang-orang Yahudi pada waktu itu akan kenal baik dengan nabi-nabi Perjanjian Lama, yaitu Yeremia dan Yesaya, yang nubuatnya sudah lebih dahulu memberitahukan datangnya seseorang yang akan dituntun “seperti seekor domba ke pembantaian” (Yeremia 11:19, Yesaya 53:7) dan yang penderitaan dan pengorbananNya akan menebus Israel. Sudah barang tentu orang yang dinubuatkan oleh para nabi Perjanjian Lama ini tidak lain adalah Yesus Kristus, “sang Anak Domba Allah.”

Sekalipun konsep mengenai sistem korban persembahan mungkin asing bagi kita pada zaman sekarang, konsep penebusan atau penggantian adalah sesuatu yang dapat kita pahami dengan mudah. Kita tahu bahwa upah dosa adalah kematian (Roma 6:23) dan bahwa dosa kita memisahkan kita dari Allah (Yesaya 59:2). Kita juga tahu bahwa Alkitab mengajarkan bahwa kita semua adalah orang berdosa dan tidak seorangpun yang benar di hadapan Allah (Roma 3:23). Karena dosa kita, kita terpisah dari Allah dan kita bersalah di hadapanNya; oleh karena itu, satu-satunya harapan kita adalah kalau Dia bersedia menyediakan jalan untuk kita diperdamaikan dengan diriNya dan itulah yang dilakukanNya dalam mengutus AnakNya Yesus Kristus untuk mati di salib. Kristus mati untuk menebus dosa dan untuk membayar hukuman dosa dari semua yang percaya kepadaNya. Melalui kematianNya di atas salib sebagai korban yang sempurna untuk dosa dan kebangkitanNya tiga hari kemudian maka kita sekarang dapat memiliki hidup kekal jikalau kita percaya kepadaNya.

Fakta bahwa Allah sendiri yang telah menyediakan korban yang menebus atau membayar dosa kita adalah bagian dari kabar baik yang mulia dari Injil yang begitu jelas dinyatakan dalam 1 Petrus 1:18-21, “Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat. Ia telah dipilih sebelum dunia dijadikan, tetapi karena kamu baru menyatakan diri-Nya pada zaman akhir. Oleh Dialah kamu percaya kepada Allah, yang telah membangkitkan Dia dari antara orang mati dan yang telah memuliakan-Nya, sehingga imanmu dan pengharapanmu tertuju kepada Allah.”

2. Pemberian Terbesar Itu Adalah Anaknya Yang Tunggal
 
Allah adalah Pencinta terbesar (Gos is the greatest Lover). Ia telah memberikan pemberian terbesar (the greatest gift). Pemberian terbesar itu adalah AnakNya yang tunggal, Yesus Kristus. Frase Yunani “anakNya yang tunggal” dalam Yohanes 3:16 adalah “ton huion auton ton monogene”. Kata “huion” berarti anak laki-laki atau putra. Jika yang disebut anak perempuan atau putri, maka kata yang digunakan adalah “thugater”. Sedangkan kata “monogene” dalam teks tersebut berarti “unik, tunggal, atau satu-satunya”. Kata “monogene” ini digunakan sebanyak sembilan kali dalam Perjanjian Baru dan empat kali digunakan untuk Kristus, yaitu: Lukas 7:12; 8:42; 9:38; Yohanes 1:14, 16, 18; Ibrani 11:17; 1 Yohanes 4:9).

Saat menyebut “anakNya yang tunggal” atau “Anak Allah”, bukanlah berarti bahwa suatu waktu Allah beranak dalam pengertian harafiah, sebab jika diartikan demikian, maka Anak Allah itu tidak kekal, dan Kristus bukan Allah. Kata “Anak Allah” itu harus ditafsirkan sesuai dengan pengertian (konteks) orang-orang dan budaya pada jaman itu. Dua pinsip penting dalam menafsirkan Alkitab adalah “Alkitab menafsirkan dirinya sendiri” dan “tafsir Alkitab sesuai konteksnya”. Dalam Yohanes 5:18 - “Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuhNya, bukan saja karena Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah BapaNya sendiri dan dengan demikian menyamakan diriNya (seharusnya ‘menyetarakan diriNya’) dengan Allah”. Jadi saat mengatakan bahwa Yesus adalah Anak Allah, maka yang dimaksud adalah bahwa Yesus itu setara atau sehakikat dengan Allah. Jadi, Yesus bukan Anak Allah dalam pengertian sebagaimana kita mengerti tentang ayah dan anak. Allah tidak menikah dan kemudian mendapatkan seorang anak. Yesus adalah Anak Allah dalam pengertian Dia adalah “Allah yang menjadi manusia” (Yohanes 1:1, 14). Yesus adalah Anak Allah dalam pengertian Dia dikandung oleh Roh Kudus. Lukas 1:35 mengatakan, “Jawab malaikat itu kepadanya: "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah” (Lukas 1:35).

Tuhan Yesus Kristus sendiri mempergunakan gelar “anak Allah” bagi diri-Nya (meskipun hanya kadang-kadang, Yohanes 10:36), dan Ia mengakui kebenarannya ketika dipergunakan oleh orang lain untuk menunjuk kepada-Nya (Matius 26:63- 64). Apakah artinya? Meskipun frase "anak dari" dapat berarti "keturunan dari", hal ini juga mengandung arti "dari kaum". Jadi, Perjanjian Lama "anak- anak para nabi" berarti dari kaum nabi (1 Raja-raja 20:35), dan “anak- anak penyanyi” berarti kaum penyanyi (Nehemia 12:28). Petunjuk "Anak Allah" apabila dipergunakan untuk Tuhan kita, berarti dari “kaum Allah dan merupakan suatu klaim yang kuat dan jelas untuk Keallahan yang penuh”. Dalam penggunaan di antara orang Yahudi, perkataan “Anak (dari)...” umumnya tidak berarti suatu pembawahan, tetapi lebih kepada persamaan dan jati diri hakikat. Contoh, nama “anak penghiburan” (Kisah Para Rasul 4:36) tak pelak lagi berarti, “si penghibur”. "Anak-anak guruh” (Markus 3:17) mungkin sekali berarti “penggeledek”. “Anak Manusia”, terutama sebagaimana berlaku untuk Kristus dalam Daniel 7:13 dan selalu dalam Perjanjian Baru, hakikatnya berarti “Orang yang Mewakili”. Jadi, bagi Kristus untuk mengatakan, “Akulah Anak Allah” (Yohanes 10:36) dianggap oleh orang-orang pada masa-Nya sebagai memperkenalkan diri-Nya sebagai Allah, sejajar dengan Bapa, yang menurut mereka tidak layak.

Sedangkan kata “yang tunggal” dalam Yohanes 3:16 sangat perlu ditekan untuk membedakan istilah “Anak Allah” yang digunakan terhadap Yesus, dan istilah “anak Allah” pada yang digunakan pada kita. Kalau kita percaya kepada Yesus, kita juga disebut “anak Allah” (Yohanes 1:12), tetapi itu tidak berarti bahwa kita setara dengan Allah! Karena Yesus adalah Anak Allah yang sesungguhnya (satu-satunya), sedangkan kita menjadi anak Allah karena diadopsi (diangkat menjadi anak). Karena itu, “tunggal atau satu-satunya” perlu ditambahkan untuk menegaskan keilahian dan kesetaraan Kristus dengan Allah.
 
3. Pemberian Terbesar Itu Diberikan Kepada Seluruh Manusia di Dunia
 
Kata “dunia” dalam Yohanes 3:16 adalah “kosmon”. Kata ini bukanlah dunia dalam arti alam semesta atau bumi ini, tetapi menujuk kepada manusia di dunia atau manusia yang ada diseluruh dunia. Orang-orang Yahudi pada saat itu mempunyai pandangan bahwa yang bisa selamat itu hanya mereka saja bukan bagi bangsa-bangsa lain. Karena itu, kata “dunia” dalam Yohanes 3:16 ini telah menentang dan mematahkan Yahudi tersebut. Paulus mengeskan, “Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus. Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus. Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus” (Galatia 3:26-18). Jadi, kata “dunia” ini diartikan sebagai “Yahudi dan non Yahudi”. Dengan kata lain, “segala bangsa atau semua manusia di dunia” (Bandingkan dengan Matius 28:19; Lukas 24:47; Kisah Para Rasul 1:8). Jadi, jelaslah bahwa Yesus Kristus adalah pemberian dari Allah kepada segala bangsa-bangsa di dunia ini.

Karena itulah, jangkauan penebusan Kristus kalau dilihat dari sifatnya mulai dari perorangan, satu bangsa, seluruh dunia, bahkan alam semesta. Jadi, keselamatan dari Allah untuk dunia ini dan bersifat universal (Yohanaes 3:16; Roma 10:13; 1 Yohanes 2:2) atau dengan kata lain, jangkauan penebusan bersifat tidak terbatas (unlimited atonement). Tetapi amat disayangkan, ajaran tentang penebusan tidak terbatas (unlimited atonement) ini telah banyak disalah pahami dan oleh beberapa orang secara sepihak langsung dianggap sama dengan Universalisme. Tentu saja hal itu tidak benar, dan perbedaannya sangat jelas! Ajaran Universalisme atau Rekonsiliasionis Universalisme adalah ajaran yang beranggapan bahwa semua orang cepat atau lambat akan diselamatkan; dan ajaran yang lebih baru dari Universalisme adalah Neo Universalisme yang mengajarkan bahwa semua orang saat ini diselamatkan, meskipun semuanya tidak menyadari hal itu. Ini jelas berbeda dengan pandangan penebusan tidak terbatas yang beranggapan bahwa luasnya ruang lingkup penyediaan keselamatan tidak terbatas tetapi penerapannya (aplikasinya) terbatas.

Ajaran tentang penebusan tidak terbatas didasarkan pada pertimbangan logis, didasarkan atas pertimbangan eksegesis dari teks Kitab Suci dan pandangan teologis yang Alkitabiah. Kata-kata Alkitabiah seperti “dunia, seluruh dunia, semua, barangsiapa” adalah kata-kata yang tepat digunakan untuk menyatakan jangkauan (penyediaan) penebusan yang tidak terbatas. Sebab jika memang penyedian penebusan terbatas (limited atonement), maka para penulis Alkitab telah memilih kata-kata yang sangat memprihatikan dalam mengungkapkan fakta tersebut. Tuhan yang telah mengilhami para penulis Kitab Suci, berkenan mengungkapkan penyediaan penebusan yang tak terbatas dengan kata-kata (verbal) dan pengertian yang sebenarnya. Karena perintah untuk memberitakan Injil dalam amanat Kristus adalah “pergi ke seluruh dunia” dan “menjadi semua bangsa muridNya”. (Matius 28:19; Markus 16:15-16), maka ajaran tentang penebusan tak terbatas (unlimited atonemant) memberikan kepada para pemberita Injil jaminan dan kebebasan dalam menyampaikan berita, sehingga ia dapat dengan tulus percaya bahwa ia memiliki berita yang dirancang dan tepat menjawab kebutuhan manusia yang datang mendengarkan perkataannya.

“Dunia” yang dimaksud dalam Yohanes 3:16 ini juga berarti dunia yang berdosa, memberontak dan yang memusuhi Allah. Paulus dalam Roma 3:10-18 mengatakan, “(10) seperti ada tertulis: ‘Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. (11) Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. (12) Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak. (13) Kerongkongan mereka seperti kubur yang ternganga, lidah mereka merayu-rayu, bibir mereka mengandung bisa. (14) Mulut mereka penuh dengan sumpah serapah, (15) kaki mereka cepat untuk menumpahkan darah. (16) Keruntuhan dan kebinasaan mereka tinggalkan di jalan mereka, (17) dan jalan damai tidak mereka kenal; (18) rasa takut kepada Allah tidak ada pada orang itu”.

Dosa itu bersifat universal karena itu Injil keselamatan yang adalah kabar baik bagi semua orang bersifat universal. Tidak ada seorangpun manusia yang pernah hidup di bumi ini bebas dari dosa. Dosa telah menyebabkan manusia mengalami kerusakan total (total depravity) dan ketidakmampuan total (total inability). Arti dari kerusakan total adalah (1) bahwa dosa telah menjangkau setiap aspek natur manusia: termasuk rasio, hati nurani, kehendak, hati, emosinya dan keberadaannya secara menyeluruh (2 Korintus 4:4, 1 Timotius 4:2; Roma 1:28; Efesus 4:18; Titus 1:15); dan (2) bahwa secara natur, tidak ada sesuatu dalam diri manusia yang membuatnya layak untuk berhadapan dengan Allah yang benar (Roma 3:10-12). Sedangkan ketidakmampuan total berarti: (1) Orang yang belum lahir baru tidak mampu melakukan, mengatakan, atau memikirkan hal yang sungguh-sungguh diperkenan Allah, yang sungguh-sungguh menggenapi hukum Allah; (2) tanpa karya khusus dari Roh Kudus, orang yang belum lahir baru tidak mampu mengubah arah hidupnya yang mendasar, dari dosa mengasihi diri sendiri menjadi kasih kepada Allah. Perlu ditegaskan bahwa ketidakmampuan total bukanlah berarti orang yang belum lahir baru sesuai naturnya tidak mampu melakukan apa yang baik dalam pengertian apapun. Ini berarti, orang yang belum lahir baru masih mampu melakukan bentuk-bentuk kebaikan dan kebajikan tertentu. Tetapi perbuatan baik ini tidak digerakan oleh kasih kepada Allah dan tidak pula dilakukan dengan ketaatan yang sukarela pada kehendak Allah.

Begitu besarnya kasih Allah kepada dunia yang berdosa ini, melalui karya putraNya yang tunggal Yesus Kristus. Kristus telah melakukan hal-hal di mana tidak dapat dilakukan oleh siapapun selain Allah. Karena kasihNya, Ia yang tidak berdosa rela menjadi dosa karena kita, Ia mati di salib untuk dosa-dosa kita supaya kita selamat oleh bilur-bilurNya kita menjadi sembuh (1 Petrus 2:23,24). Bukan itu saja, kasih Allah juga telah menyebabkan kita orang berdosa menjadi orang benar yang sebenarnya mengalami kematian kekal menjadi mendapat hidup kekal, dari musuh Allah kini kita diangkat menjadi anak yang berhak menjadi waris bersama dengan Kristus dalam kerajaan surga. Alkitab mengatakan, “Ia, yang tidak menyayangkan AnakNya sendiri, tetapi yang menyerahkanNya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?” (Roma 8:32). Dan lagi, “Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus AnakNya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita” (1Yohanes 4:10).

4. Pemberian Terbesar Itu Diberikan Allah Karena Kasihnya yang Besar
 
Allah adalah pencinta terbesar (God is the Greatest Lover). Frase “karena begitu besar kasih Allah” dalam Yohanes 3:16 adalah frase Yunani “houtos gar egapesen ho theos” diterjemhakan dengan “Karena Allah begitu mengasihi”. Kata “egapesen” yang diterjemahkan dengan mengasihi adalah kata kerja bentuk aktif. Ini berarti keselamatan adalah inisiatif Allah, dan tindakan menyelamatkan itu didorong oleh kasihNya yang besar. Tentunya, semua kita senang dicintai, apalagi bila dicintai oleh orang yang sangat penting bagi kita. Ayat ini mengatakan bahwa Allah, yang adalah Pencipta seluruh alam semesta dengan segala isinya adalah Allah yang mengasihi kita!

Dalam pengertian tertentu Allah mengasihi semua orang di seluruh dunia (Yohanes 3:16, 1 Yohanes 2:2; Roma 5:8). Kasih ini adalah kasih yang tidak bersyarat (unconditional grace); kasih ini berdasarkan fakta bahwa Allah adalah kasih (1 Yohanes 4:8, 16). Kasih Allah pada semua umat manusia mengakibatkan Allah menunjukkan kemurahanNya dengan tidak segera menghukum mereka karena dosa mereka (Roma 3:23; 6:23). Kalau Allah tidak mengasihi semua orang, kita semua akan ada dalam neraka saat ini juga. Kasih Allah kepada dunia ini dimanifestasikan dengan memberi kesempatan kepada orang untuk bertobat (2 Petrus 3:9). Namun demikian, kasih Allah akan dunia ini tidak membuat Dia mengabaikan dosa. Allah juga adalah Allah yang adil (2 Tesalonika 1:6). Dosa tidak akan dibiarkan untuk selama-lamanya (Roma 3:25-26).

Perbuatan kasih kekal yang paling utama dinyatakan dalam Roma 5:8, “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa”. Siapapun yang mengabaikan kasih Allah, yang menolak Kristus sebagai Juruselamat, yang menolak Juruselamat yang sudah membeli dia (2 Petrus 2:1) ; orang itu akan mengalami murka Allah untuk selama-lamanya (Roma 1:18), bukan kasihNya (Roma 6:23). Allah mengasihi semua orang secara tanpa syarat dengan menunjukkan kemurahanNya kepada semua orang. Secara bersyarat (conditional) Allah mengasihi hanya mereka yang beriman kepada AnakNya untuk keselamatan (Yohanes 3:36). Hanya mereka yang percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat akan mengalami kasih Allah untuk selama-lamanya.

Apakah Allah mengasihi semua orang? Jawabnya “ya”. Apakah Allah mengasihi orang-orang Kristen lebih daripada orang bukan Kristen? Jawabnya “tidak”. Apakah Allah mengasihi orang-orang Kristen dengan cara yang berbeda dari orang-orang bukan Kristen? Jawabnya “ya”. Allah mengasihi semua orang secara setara dalam pengertian Dia bermurah hati kepada semua orang. Allah hanya mengasihi orang-orang Kristen dalam pengertian bahwa orang-orang Kristen mendapatkan anugrah dan kemurahanNya selama-lamanya; janji kasihNya untuk selama-lamanya di Surga. Fakta bahwa kasih Allah pada semua orang, harusnya menarik kita untuk menerima kasihNya yang besar dan kekal itu.

5. Akibat Menolak Pemberian Terbesar dari Allah adalah Kebinasaan
 
Karena Allah mengasihi, ia menginginkan tidak seorang pun binasa. Kata Yunani “tidak binasa” dalam Yohanes 3:16 adalah “me apoletai” yang berarti “tidak menjadi binasa”. Kata “binasa” atau “apoletai” berasal dari kata “apollumi” yang berarti “hilang, terbuang, menjadi kebinasaan, dan kematian”. Jadi, kata “binasa” disini tidak hanya menunjuk pada kematian jasani, tetapi pada perpisahan kekal dengan Allah dan pada hukuman kekal di neraka.

Kita perlu ingat bahwa akibat-akibat sepenuhnya dari kejatuhan tidak hanya terwujud seketika di dalam Adam dan Hawa tetapi juga di dalam keturunan-keturunan mereka, yakni semua umat manusia. Akibat jangka panjang dari kejatuhan adalah dosa menurun pada semua manusia dan maut menurun pada semua manusia. Akibat pertama dari kejatuhan adalah dosa menurun kepada semua orang. Dosa manusia meliputi dosa pertalian, dosa warisan dan dosa pribadi. Dosa warisan dapat didefinisikan sebagai keberadaan berdosa dari semua orang yang yang dibawa sejak lahir. Dosa pertalian disebut juga penghitungan atau imputasi dosa. Disini dimaksudkan dengan pertalian adalah pertautan, pelimpahan atau pengaitan sesuatu terhadap seseorang. Dasar Alkitab untuk pertalian dosa adalah Roma 5:12 yang mengajarkan bahwa dosa bahwa dosa masuk kedalam dunia melalui satu orang yaitu, Adam kepada segala bangsa (Roma 5:12-21). Dosa pribadi atau dosa aktual dapat didefinisikan sebagai dosa-dosa yang berasal dari tindakan, perkataan, atau pikiran yang manusia lakukan. Dosa aktual tidak ditularkan, melainkan setiap orang melakukan dosanya sendiri dan setiap orang pasti menderita akibat dosanya sendiri. Walau tidak ditularkan, dosa aktual juga bisa mempengaruhi orang lain (Keluaran 20:5; 1 Timotius 5:22). Dalam Roma 3:9-18 Paulus menjelaskan tentang penghukuman atas semua orang karena dosa-dosa yang mereka lakukan sendiri. Hukuman itu berlaku umum dan didasarkan atas perbuatan jahat, baik lewat perkataan maupun lewat perbuatan. Dosa itu merupakan suatu kenyataan karena kita mewarisi tabiat dosa dan dosa Adam dipertalikan kepada kita. Manusia menipu, tidak berbelas kasihan, menghina Tuhan, membunuh, memeras, mencuri, bertengkar, menyiksa, menindas, dan lain sebaginya. Dosa-dosa aktual ini menyadarkan kita akan kenyataan keuniversalan dosa dan bahwa setiap orang melakukan dosa secara aktual, kecuali bayi. Alkitab menegaskan bahwa “kita semua bersalah dalam banyak hal” (Yakobus 3:2) dan “semua orang telah berbuat dosa dan kehilangan kemuliaan Allah” (Roma 3:23). Bentuk dosa-dosa aktual adalah perkataan dan perbuatan misalnya: berdusta (1 Yohanes 1:6), pilih kasih (Yakobus 2:4), keduniawiaan (1 Korintus 3:1-4), penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, dan lainnya (Galatia 5:19-21).

Selanjutnya, akibat dari kejatuhan adalah maut menurun pada semua manusia (Kejadian 2:17). Sebagaimana dosa masuk ke dalam dunia oleh satu orang, demikian juga akibat dosa itu yaitu maut menurun pada semua orang (Roma 5:12-21; 6:23; Kejadian 2:17). Sebagaimana dosa bersifat universal maka maut juga bersifat universal. Manusia pada mulanya diciptakan dengan kapasitas bagi kekekalan dan tidak perlu mati. Secara khusus akibat dari dosa maka manusia mengalami tiga bentuk hukum kematian. (1) Akibat dari dosa warisan atau dosa asal, maka manusia mengalami kematian rohani yang ditandai dengan terputusnya/terpisahnya hubungan dengan Allah dalam kehidupan sekarang ini (Yohanes 5:24; Roma 5:12-21; 8:6; Efesus 2:1; 1 Timotius 5:6). Jika hal ini tidak berubah dalam diri manusia di sepanjang hidupnya, maka kematian kekal atau kematian yang kedua akan menyertainya (wahyu 20:11-15). Kematian kekal di mana manusia akan dibuang ke tempat yang gelap dan penuh dengan siksaan yang akhirnya membawa mereka jauh dari hadirat Allah (Matius10:28; 25:41; 2 Tesalonika 1:9; Ibrani 10:31; Wahyu 14:11; 20:11-15). (2) Akibat dari dosa yang dipertalikan adalah kematian jasmani (Roma 5:13-14). Kematian jasmani yang ditandai oleh kematian fisik tubuh yang fana (Kejadian 2:17; Bilangan 16:29; 27:3; Mazmur 90:7-11; Pengkhotbah 12:7). (3) Akibat dari dosa-dosa pribadi (aktual) adalah hilangnya persekutuan yang harmonis Orang yang tidak beriman tidak memiliki persekutuan dengan Allah karena dosa-dosanya; dan apabila orang percaya berdosa, ia kehilangan sukacita dalam persekutuan dengan keluarga Allah. Bila ia mengakui dosanya dan diampuni maka persekutuannya dipulihkan (1 Yohanes 1:7-9).

Betapa mengerikan akibat dari dosa, sehingga seseorang pernah berkata “dosa merusak segala sesuatu. Allah tidak menginginkan seorangpun binasa, ia mengasihi semua orang. Rasul Petrus mengatakan “Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat” (2 Petrus 3:9). Allah telah menyediakan keselamatan untuk semua orang dan Roh Kudus meyakinkan manusia agar menerima keselamatan. Walaupun demikian, Alkitab juga mengajarkan bahwa tidak semua orang akan diselamatkan. Hal ini merupakan misteri Allah dalam pemilihan, dan terjadi karena penolakan dan ketidakpercayaan kepada Kristus (Yohanes 5:10; 2 Korintus 5:18-20; Titus 2:11). Jelaslah bahwa keputusan untuk menerima atau menolak Kristus adalah tanggung jawab manusia. Menolak Kristus berarti tidak diselamatkan. Jadi apabila seseorang tidak menerima keselamatan, dalam hal ini Allah tidak dapat dipersalahkan. Persediaan keselamatan cukup untuk semua manusia. Allah tidak meluputkan seorang pun dalam penentuan belas kasihanNya. Allah tidak ingin semua orang binasa. Tidak seorang pun akan dilemparkan ke neraka karena kristus tidak mati bagi mereka, tetapi karena mereka menolak tawaran Allah akan keselamatan di dalam Kristus. Sekalipun Allah mengasihi semua orang, dan Kristus mati bagi semua orang, tidak berarti bahwa semua orang akan selamat. Tidak semua orang diselamatkan karena penerapan karya pendamaian Kristus dibatasi bagi mereka yang bertobat dari dosa dan percaya kepada Yesus.
 
6. Dampak dari Pemberian Terbesar Itu Adalah Hidup yang Kekal
 
Frase Yunani “beroleh hidup yang kekal” dalam Yohanes 3:16 adalah “all ekhe zoen aionion”. Kata “ekhe” berarti mempunyai atau memiliki. Kata “zoen” berasal dari kata “zoe” berarti hidup yang baru atau hidup yang telah diperbaharui. Perlu diketahui, kata Yunani untuk “hidup” adalah “bios” dan “zoe”. Kata Yunani “bios” digunakan untuk menunjukkan bentuk kehidupan yang dimiliki setiap orang, yaitu kehidupan biologi yang dipertahankan dengan makanan, udara, dan air, tetapi pada akhirnya berkahir dengan kematian. Sedangkan kata zoe digunakan untuk menunjukkan kehidupan rohani, yaitu jenis kehidupan yang diberikan Allah dan bersifat kekal ketika seseorang lahir baru atau regenerasi (2 Korintus 5:17). Kedua jenis hidup ini berbeda satu dengan lainnya. Bios bersifat sementara dan fana, sedangkan zoe bersifat permanen dan kekal. Bios bersifat berpusat pada diri sendiri, sedangkan zoe berpusat pada Allah dan pada orang lain. Sedangkan kata “aionion” menujukkan keabadian atau ketiadaan akhir. Allah memberikan AnakNya yang tunggal itu supaya kita tidak binasa, atau, untuk menyelamatkan dan memberikan hidup kekal kepada kita. Jadi, Allah memberikan (mengorbankan) AnakNya yang tunggal untuk mati di kayu salib, untuk memberikan hidup kekal (zoen) kepada manusia sebagai kontras dari kebinasaan (apoletai). Bagi kita, hidup itu bukan hanya “kronos” atau saat hidup di dunia ini, tetapi juga “aiônios” atau masa di keabadian; hidup bukan sekedar “bios” tetapi juga “zoe”.

Pertanyaan penting bagi kita adalah, “tidak bisakah Allah menggunakan cara lain untuk menyelamatkan manusia?” Jawabannya, “tidak ada”. Jika memang ada, Tuhan akan memakai cara itu, bukan dengan memberikan AnakNya yang tunggal. Sifat Allah yang kudus menyebab Ia murka terhadap manusia yang melanggar hukum-hukumNya dan mengharuskanNya menghukum manusia berdosa tersebut. Sementara itu, sifat Allah yang kasih menuntutNya mengasihi manusia berdosa, dengan memberikan kemurahan, kebaikan dan belaskasihan kepada manusia. Disini kekudusan dan kasih Allah dikonfrontasikan. Allah tidak dapat mengorban salah satu dari kedua sifat tersebut, yaitu kekudusan dan kasih. Lalu bagaimana cara Allah menegakkan hukum dan keadilanNya atas dosa manusia? Pengganti, yang akan menjalankan hukuman itu. Kolose 2:13,14 mengatakan “Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaranmu ..., telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita, dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib”

Hanya kematian Kristus saja yang dapat meredakan kemarahan Allah dan memenuhi tuntutan keadilanNya. Kristus secara sukarela menanggung hukuman yang seharusnya dijatuhkan kepada manusia. Dengan demikian kekudusan, hukum, dan keadilan Allah telah ditegakkan, dan secara simultan kasihNya kepada manusia dinyatakan. Pribadi yang terlibat dalam korban keselamatan itu ialah Allah yang menjelma menjadi manusia. Hanya pribadi ini yang dapat menyebabkan keselamatan manusia. Dengan demikian maka inkarnasi diperlukan disini (Matius 1:21), yaitu Allah yang menjelma didalam daging (Yohanes 1:14). Cara inkarnasi yaitu dengan dilahirkannya Sang Juruselamat melalui rahim seorang perawan (Yesaya 7:14). Kelahiran melalui perawan ini perlu untuk menyatakan keadaan tanpa dosa dalam diri juruselamat (Matius 1:16). Alkitab menegaskan bahwa Juruselamat adalah keturunan perempuan dan bukannya keturunan laki-laki dan perempuan (Kejadia 3:15; Yesaya 7:14). Hasil dari kelahiran perawan itu adalah Allah yang menjelma menjadi daging. Allah adalah tetap Allah. Seluruh sifat manusia dibangun oleh Roh Kudus dalam rahim Maria (Lukas 1:35). Bayi yang lahir itu benar-benar Allah dan seorang manusia yang sempurna, yang disatukan dalam “Satu Pribadi” selama-lamanya. Yesus Kristus tidak memiliki dua pribadi tetapi hanya satu. Kesatuan ini disebut dengan kesatuan hipostatis.

Lalu, mengapa Allah harus menjadi manusia? Alkitab menyatakan bahwa hukum bagi dosa adalah maut, dan satu-satunya jalan mengatasi dosa adalah dengan korban darah dan kematian. Berhubung Allah tidak dapat mati, maka harus terjadi inkarnasi agar ada tabiat atau sifat manusia yang bisa mengalami kematian dan dengan demikian membayar hukum dosa. Hanya Allah-Manusia yang memenuhi syarat untuk menjadi juruselamat sejati. Juruselamat itu harus manusia agar dapat mati bagi dosa-dosa manusia, juruselamat itu juga harus Allah, supaya dalam kematianNya Ia dapat hidup dan membayar harga dosa (Roma 1:1-4). Melalui kematianNya dikayu salib Kristus melenyapkan perseteruan antara manusia dengan Allah (Efesus 2:16); Kristus menjadi terkutuk karena kita diatas kayu salib (Galatia 3:13); Kristus telah memikul dosa kita didalam tubuhNya di kayu salib supaya kita hidup untuk kebenaran (1 Petrus 2:24); Kristus melakukan Pendamaian diadakan oleh darah salib Kristus (Kolose 1:21); Kristus dipaku di kayu salib untuk membayar hutang dosa dengan harga yang lunas (Kolose 2:14). Puncak dari penderitaan Kristus adalah kematianNya di kayu salib. Dikayu terjadi pendamaian, penggantian, penebusan dan pengampunan. Kristus telah mati di kayu salib satu kali dan korbanNya sempurna dihadapan Allah. Karya Kristus disalib ini memberi jalan keluar bagi manusia dari dosa warisan, dosa pertalian dan dosa aktual.

Jadi, “Kristus telah mati bagi dosa-dosa kita dan telah bangkit bagi pembenaran kita, untuk menegakkan hukum dan keadilan Allah”. Kira-kira 2700 tahun yang silam nabi Yesaya meramalkan, “Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian” (Yesaya 53:4-6). Kemudian rasul Paulus menegaskan kembali dalam 2 Korintus 5:15, “Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka”.

Setelah Yesus menderita dan mati untuk menggantikan kita, maka tersedia jalan keselamatan bagi kita. Kini langit telah terbuka, jalan kesorga telah rata sehingga tidak ada tembok pemisah antara Allah dengan manusia, sebab Yesus Kristus telah ditentukan Allah sebagai Jalan, Kebenaran dan Hidup, tidak ada yang lain (Yoh 14:6,7). Semua manusia diberi kesempatan yang sama untuk diselamatkan dan mempercayai Sang Juruselamat, Tuhan yang hidup dan benar. Perhatikan ayat-ayat berikut ini: Kisah Para Rasul 4:12, “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.’”. 1 Yohanes 5:11-12, “Dan inilah kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam AnakNya. Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup”. Yohanes 14:6, “Kata Yesus kepadanya: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”.
 
7. Cara Menerima Pemberian Terbesar Itu Adalah dengan Percaya
 
Telah disebutkan diatas, bahwa frase Yunani “beroleh hidup yang kekal” dalam Yohanes 3:16 adalah “all ekhe zoen aionion”. Kata “ekhe” berarti “mempunyai atau memiliki”. Jadi, siapapun yang percaya kepada Yesus akan “mempunyai” hidup yang kekal. Ini kepastian terbesar (the greatest certainty” bagi keselamatan kita. Ingat, kita hanya dapat menerima pemberian terbesar itu dengan percaya kepada Kristus. Kata “Percaya” dalam teks asli Yohanes 3:16 adalah “pisteuon” berasal dari kata kata kerja, pisteuô yang berarti “percaya, yakin, setia, tunduk”.

Banyak ayat dalam Alkitab menegaskan bahwa tanggung jawab manusia dalam keselamatan hanyal percaya (Yohanes 1:12; 3:16,18,36; 5;24; 11:25-26; 12:44; 20:31; Kisah Para Rasul 16:31; 1 Yohanes 5:13, dan lainnya). Tetapi, “apakah percaya itu?” Iman yang dimaksud oleh Yohanes dalam Injilnya adalah “aktivitas yang membawa manusia menjadi sati dengan Kristus”, sama dengan yang dimaksudkan oleh Paulus dalam surat-suratnya, yaitu “kepercayaan kepada Kristus”. Jadi, kita yang percaya kepada Kristus tidak hanya menerima hidup yang kekal tetapi juga memiliki hidup yang kekal itu.

Satu-satunya jalan supaya tidak binasa tetapi beroleh hidup kekal adalah dengan percaya kepada Yesus Kristus. Karena sudah adanya korban Yesus Kristus, maka jalan untuk selamat itu menjadi begitu sederhana dan mudah, yaitu hanya dengan percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Cara ini disebut sebagai ‘the greatest simplicity’ (kesederhanaan terbesar). Kita tidak mempercayai keselamatan karena perbuatan baik ataupun karena iman ditambah perbuatan baik, tetapi hanya karena kasih karunia oleh iman. Rasul Paulus menulis dalam Efesus 2:8-9, “(8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.

Tetapi karena begitu sederhana, banyak orang lalu meremehkan cara ini, padahal hanya ini satu-satunya jalan untuk selamat dan tidak ada yang lain. Yesus adalah satu-satunya jalan keselamatan karena Dia adalah satu-satunya yang dapat membayar hutang dosa kita (Roma 3:23). Tidak ada agama lain yang mengajarkan dalamnya dan seriusnya dosa kita dan akibat-akibatnya. Tidak ada agama yang menawarkan pembayaran dosa seperti yang disediakan oleh Yesus. Tidak ada “pendiri agama” lain yang adalah Allah yang menjelma menjadi manusia (Yohanes 1:1, 14), yaitu satu-satunya cara untuk melunasi utang dosa. Yesus haruslah Allah supaya Dia dapat membayar hutang kita. Yesus harus menjadi seorang manusia supaya Dia bisa mati. Keselamatan hanya tersedia melalui iman di dalam Yesus Kristus. “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kisah 4:12). Allah memungkinkan manusia berbaik dengan Dia, hanya kalau manusia percaya kepada Yesus Kristus. Allah berbuat ini untuk semua orang yang percaya kepada Kristus; sebab tidak ada perbedaannya (Roma 3:22). Alkitab mengajarkan kita bahwa tidak ada jalan lain untuk mendapatkan keselamatan selain melalui Kristus. Yesus berkata dalam Yohanes 14:6, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” (Yohanes 14:6). Textus Receptus menulis ayat ini demikian: e?? e?µ? ? ?d?? ?a? ? a???e?a ?a? ? ??? ??de?? e??eta? p??? t?? pate?a e? µ? d? eµ?? (ego eimi he hodos kai he aletheia kai he zoe oudeis erkhetai pros ton patera ei me di emou). Penggunaan kata sandang “he” didepan kata “hodos (jalan)”, “aletheia (kebenaran)”, dan “zoe (hidup)”, menunjukkan bahwa hanya Dia satu-satunya dan tidak ada yang lain selain Dia saja.

Apakah Anda membuat keputusan untuk menerima Kristus karena apa yang Anda baca di sini? Menerima kasih Allah dalam Kristus adalah keputusan paling serius dan paling penting. Ketika kita datang pada Tuhan dan percaya pada Kristus, kita disatukan dengan Dia dan diselamatkan.

Penutup

Supaya kita mengerti betapa mahalnya harga yang harus dibayar Kristus bagi dosa-dosa kita, berikut ini deskripsi singkat penderitaan yang dialami Kristus hingga kematianNya di kayu salib.

Pertama, Alkitab banyak menggambarkan penderitaan Kristus. Yesaya 52:14 menyatakan, “Seperti banyak orang akan tertegun melihat dia—begitu buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi, dan tampaknya bukan seperti anak manusia lagi.” Yesus amat menderita selama diadili, disiksa dan disalibkan (Matius pasal 27, Markus pasal 15, Lukas pasal 23, Yohanes pasal 19). Sengeri apapun penderitaanNya secara fisik, itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan penderitaan rohani yang harus dijalaniNya. 2 Korintus 5:21, “ Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.” Yesus menanggung dosa seluruh dunia di atas diriNya (1 Yohanes 2:2). Adalah dosa yang mengakibatkan Yesus berseru, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Matius 27:46). Jadi sekeji apapun penderitaan jasmaniah Yesus, itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Dia harus menanggung dosa-dosa kita dan mati bagi dosa-dosa kita (Roma 5:8).

Yesaya 53, khususnya ayat 3 dan 5 menubuatkan penderitaan Yesus, “Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan. “ Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.” Mazmur 22:14-18 adalah bagian Alkitab lain yang menubuatkan penderitaan sang Mesias, “Seperti air aku tercurah, dan segala tulangku terlepas dari sendinya; hatiku menjadi seperti lilin, hancur luluh di dalam dadaku; kekuatanku kering seperti beling, lidahku melekat pada langit-langit mulutku; dan dalam debu maut Kauletakkan aku. Sebab anjing-anjing mengerumuni aku, gerombolan penjahat mengepung aku, mereka menusuk tangan dan kakiku. Segala tulangku dapat kuhitung; mereka menonton, mereka memandangi aku. Mereka membagi-bagi pakaianku di antara mereka, dan mereka membuang undi atas jubahku.”

Kedua, pencabukan romawi terkenal sangat kejam dan brutal. Biasanya dilakukan 39 kali, tetapi seringkali lebih banyak dari pada itu, tergantung dari suasana hati algojo yang melaksanakan hukum cambuk. Cambuk yang digunakan adalah kepangan tali kulit dengan bola-bola logam yang dijalin ke dalamnya, serta potongan-potongan duri tajam atau tulang iga pada ujungnya. Dengan cemeti seperti ini maka bola-bola itu menyebabkan memar atau lebam yang dalam, duri tajam atau tulang iga akan mengiris daging pada tubuh dengan hebat. Punggung yang dipukul itu akan menjadi begitu tercabik-cabik sehingga sebagian dari tulang belakang kadangkala terlihat akibat irisan yang dalam, sangat dalam. Pencabukan ini akan dilakukan kesegala arah, dari bahu turun ke punggung, pantat, dan kebagian belakang kaki. Seorang dokter peneliti hukum cambuk romawi mengatakan “Selagi pencambukan berlanjut, luka koyakan akan tercabik sampai ke otot-otot kerangka dibawahnya dan mengasilkan goresan-goresan daging berdarah yang gemetar”. Eusebeus, seorang sejarawan abad ketiga mendeskripsikan pencambukan dengan mengatakan “pembuluh-pembuluh si penderita terbuka telanjang, dan otot-otot, urat-urat, dan isi perut si korban dapat terlihat”. Dengan demikian dapat dipastikan banyak orang akan mati akibat pemukulan semacam ini sebelum mereka sampai disalib. Setidaknya, si korban akan mengalami kesakitan hebat dan keguncangan hipovolemik atau efek-efek kehilangan sejumlah besar darah. Akibat dari keguncangan hipovolemik ini adalah: Jantung berdetak cepat untuk mencoba memompa darah yang tidak ada di sana; Tekanan darah turun, menyebabkan kepingsanan atau keadaan tak sadarkan diri; Ginjal berhenti menghasilkan urin untuk mempertahankan volume yang masih tinggal; Orang tersebut menjadi sangat haus sewaktu tubuhnya sangat membutuhkan cairan untuk menggantikan volume darah yang hilang. Dapat dipastikan bahwa Kristus berada dalam keguncangan hipovolemik ini ketika Ia berjalan terhuyung-huyung ke lokasi hukuman mati di Kalvari, memikul batang kayu yang horizontal. Akhirnya Yesus tak sadarkan diri, dan serdadu Roma memerintahkan Simon dari Kirene untun memikul salib bagiNya. Selanjutnya kita alkitab mengatakan bahwa Yesus berkata “aku haus”, tetapi bukan air yang diterimannya melainkan cuka. Karena efek-efek mengerikan dari pemukulan ini, sudah pasti bahwa Yesus sudah berada dalam kondid yang serius sampai kritis bahkan sebelum paku-paku ditancap menembus kedua tangan dan kakiNya.

Ketiga, kondisi Kristus di lokasi penyaliban. Ketika Yesus tiba di tempat penyaliban inilah yang terjadi pada Kristus: Ia akan dibaringkan, dan kedua tangannya akan dipakukan dalam posisi terentang ke batang kayu horizontal. Balok salib ini, (yang dipikul Kristus dari tempat pencambukan) disebut patibulum, dan pada tahap ini balok tersebut dipisahkan dari batang kayu vertical, yang secara permanen ditancapkan ditanah. Paku yang ditancapkan ditangan dan kaki Yesus adalah paku besar yang panjangnya 5 sd 7 inci (12 sd 18 cm) dan meruncing ke suatu ujung tajam. Paku ini ditancapkan menembus pergelangan tangan sekitar 1 inci dibawah telapak tangan. Ini adalah posisi pemakuan yang kokoh yang akan mengunci posisi tangan. Tetapi akibatnya, paku ini akan menembus dan meremukan tempat di mana urat syaraf tengah berada, ini adalah urat syarat terbesar yang menuju ketangan. Rasa sakit yang amat sangat sakit dan tak tertahankan. Dengan demikian, sebenarnya tidak ada satu kata pun yang dapat mendeskripsikan penderitaan hebat yang ditimbulkan selama penyaliban. Kemudian, Yesus dinaikkan selagi balok horizontal dipasangkan ketiang (balok) vertical, selanjutnya paku-paku ditancapkan menembus kedua kakiNya. Karena disana ada urat syaraf kaki, maka rasa sakit akibat penancapan paku ini sama dengan yang terjadi pada pergelangan tangan. Urat syaraf yang hancur dan putus, suatu kondisi yang amat sangat menyakitkan. Dalam posisi tergantung ini, kedua lengan Kristus langsung terentang dan kedua bahuNya akan berubah posisi. Dengan posisi dan kondisi demikian Kristus tergantung dikayu salib.

Keempat, kematian Kristus di lokasi penyaliban. Orang yang digantung di kayu salib dalam posisi vertikal akan mengalami suatu kematian perlahan yang diakibatkan oleh asfiksiasi yaitu sesak nafas karena kekurangan oksigen dalam darah, ini karena: Tekanan-tekanan pada otot dan diafragma membuat dada berada pada posisi menarik nafas. Agar dapat bernafas individu harus mendorong kakinya agar tekanan pada otot-otot dapat dihilangkan untuk sesaat. Ketika melakukan itu paku akan merobek kaki, lalu akhirnya mengunci posisi terhadap tulang-tulang tumit kaki. Setelah dapat menarik nafas, orang itu kemudian akan dapat relaks dan menarik nafas lagi. Kemudian ia harus mendorong tubuhnya naik untuk menghembuskan nafas, menggesek punggungnya yang berdarah ke kayu salib yang kasar. Ini akan berlangsung terus menerus sampai kepayahan sepenuhnya, dan orang itu tidak akan mampu mengangkat diri dan bernafas lagi. Saat nafas orang tersebut semakin perlahan, ia mengalami apa yang disebut asidosis pernafasan yaitu karbon dioksida dalam darah larut sebagai asam karbonik, menyebabkan keasaman darah meningkat. Ini menyebabkan detak jantung yang tidak menentu, inilah saat-saat menjelang kematian. Kita ingat inilah saat-saat di mana Yesus berkata “Ya, Bapa, ke dalam tanganMu, kuserahkan nyawaKu”. Dan kemudian Ia mati akibat berhentinya detak jantung. Keguncangan hipovolemik akan menyebabkan jantung berdebar dengan kencang terus menerus yang akan mengakibatkan kegagalan jantung, menyebabkan terkumpulnya cairan dalam membran disekitar jantung yang disebut pericardia effusion, dan ini juga terjadi disekitar paru-paru yang dikenal pleural effusion. Inilah yang menyebabkan serdadu Roma menusukkan tombak ke pinggang kananNya (diantara tulang-tulang rusuk) untuk menegaskan bahwa Yesus telah mati. Tombak yang ditusuk itu menembus paru-paru kanan dan ke jantung. Saat tobak itu ditarik keluar, sejumlah cairan (pericardial effusion dan pleural effusion) keluar. Ini terlihat sebagai cairan jernih seperti air diikuti dengan banyak darah. (Yohanes 19:4). Dengan demikian kesimpulanNya, sama sekali tidak ada keraguan bahwa Yesus benar-benar mati, sebagai korban, penebus dosa seluruh dunia.

DAFTAR REFERENSI YANG DIANJURKAN:

Akers N. Jhon, J.H. Amstrong & J.D. Woodbrige, ed., 2002. This We Believe Terjemahan, Penerbit Gospel Press: Batam.
Arrington, French L., 2004. Christian Doctrine A Pentacostal Perspective, 3 Jilid. Terjemahan, Penerbit Departemen Media BPS GBI: Jakarta.
Berkhof, Louis., 2011. Systematic Theology. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Boice, James M., 2011. Fondations Of The Christian Faith: A Comprehensive And Readable Theology. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta
Brill, J. Wesley., 1993. Dasar Yang Teguh. Penerbit Yayasan Kalam Hidup: Bandung.
Conner, Kevin J & Ken Malmin., 1983. Interprenting The Scripture. Edisi Indonesia dengan judul Hermeneuka Terjemahan 2004. Penerbit Gandum Mas: Malang.
Conner, Kevin J., 2004. The Fondation of Christian Doctrine. Terjemahan, Pernerbit Gandum Mas: Malang.
Drewes, B.F, Wilfrid Haubech & Heinrich Vin Siebenthal., 2008. Kunci Bahasa Yunani Perjanjian Baru. Jilid 1 & 2. Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta.
Enns, Paul., 2004.The Moody Handbook of Theology, jilid 1 & 2. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang.
Enns, Paul., 2000. Approaching God, jilid 1. Terjemahan, Penerbit Interaksara: Batam.
Erickson J. Millard., 2003. Christian theology. Jilid 1 & 2. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Grudem, Wayne., 1994. Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine. Zodervan Publising House: Grand Rapids, Michigan.
Grudem, Wayne., 2009. Christian Beliefs. Terjemahan, Penerbit Metanonia Publising: Jakarta.
Hughes, Robert Don., 2011. History, Terjemahan, Penerbit Yayasan Gloria: Yogyakarta.*
Kennedy, D. James., 2000. Why I Believe. Terjemahan, Penerbit Interaksara: Batam.
Letham, Robert., 2011. The Holy Trinity: In Scripture, History, Theology, and Worship. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Lewis, C.S., 2006. Mere Christianity. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.
Milne, Bruce., 1993. Knowing The Truth : A Handbook of Christian Belief. Terjemahan (1993). Penerbit BPK: Jakarta.
Mounce, William D., 2011. Basics of Biblical Greek, edisi 3. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang.
Ryrie, Charles C., 1991. Basic Theology. Jilid 1 dan 2, Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yoyakarta.
Schafer, Ruth., 2004. Belajar Bahasa Yunani Koine: Panduan Memahami dan Menerjemahkan Teks Perjanjian Baru. Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta.
Sproul, R.C., 1997. Essential Truths of the Christian Faith. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang.
Strobel, Lee., 2002. The Case For Christ. Terjemahan, Penerbit Gospel Press: Batam.
Susanto, Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid 1 dan 2. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang.
Thiessen, Henry C., 1992. Lectures in Systematic Theology, direvisi Vernon D. Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Zacharias, Ravi., 2006. Jesus Among Other Gods. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya: Bandung.
Margianto, Yoppi., 2004. Belajar Sendiri Bahasa Yunani Berdasarkan Injil Yohanes. Jilid 1 & 2, Penerbit Andi Offset: Yoyakarta.

(Pdt. Samuel T. Gunawan adalah teolog Protestan-Kharismatik, Pendeta dan Gembala di GBAP Jemaat El Shaddai; Pengajar di STT IKAT dan STT Lainnya)